Apakah dengan pasangan sering memanggil dengan sebutan abi-ummi, atau ayah-bunda, atau bapak-ibu?
Banyak yang menyebut demikian dengan alasan untuk
membiasakan anak memanggil orangtuanya. Akan tetapi ketika sedang berdua
dengan pasangan pun, jadinya terbiasa dengan panggilan Ummi-Abi,
Ibu-Bapak, dan lainnya. Sebenarnya lebih baik memanggil pasangan kita
dengan panggilan mesra terutama ketika hanya berduaan saja.
Secara psikologis, memanggil pasangan dengan sebutan
Ummi-Abi, Ayah-Bunda, akan menghilangkan keromantisan antar pasutri.
Beberapa pakar psikologi menganggap panggilan demikian akan memudarkan
kemesraan antar pasutri, bahkan bisa jadi menghilangkan semangat
bercinta.
Selain itu, apakah Rasulullah mencontohkan memanggil pasangan dengan sebutan demikian?
Dalam kitab Ar-Raudhatul Murbi’ Syarah Zadul Mustaqni’ juz
3/195, terdapat penjelasan berikut (yang artinya), “Dan dibenci
memanggil salah satu di antara pasutri dengan panggilan khusus yang ada
hubungannya dengan mahram, seperti istri memanggil suaminya dengan
panggilan ‘Abi’ (ayahku) dan suami memanggil istrinya dengan panggilan
‘Ummi’ (ibuku).”
Jadi, memanggil istri dengan “ukhti” (yang berarti
“saudariku”) atau “dik” (yang maksudnya “adikku”) juga dibenci karena
termasuk mahramnya, walaupun tidak berniat menyamakan dengan saudarinya.
Keterangan ini dikuatkan pula di dalam kitab Al-Mughni juz
17/199, pasal “Dibenci bagi seorang suami memanggil istrinya dengan
panggilan orang yang termasuk mahramnya, seperti suami memanggil
istrinya dengan panggilan ‘Ummi’ (ibuku), ‘Ukhti’ (saudariku), atau
‘Binti’ (putriku).”
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan
sanadnya dari Abu Tamimah Al-Juhaimi, “Ada seorang laki-laki yang
berkata kepada istrinya, ‘Wahai Ukhti!’ Lalu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah istrimu itu saudarimu?’ Beliau membencinya dan melarangnya.” (HR. Abu Daud: 1889)
Akan tetapi, hadits ini dhaif (lemah) karena pada sanadnya adarawi yang majhul (tidak disebut namanya). Dijelaskan pula di dalam Syarah Sunan Abu Daud, yaitu ‘Aunul Ma’bud: 5/93, bahwa haditsnya mudhtharrib (guncang) sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Sebaiknya, jika pun ingin memanggil ummi dan abi, tambahkan
nama anak di belakangnya. Misalnya “Abi Fathiya”, sehingga kita tidak
lagi memanggil pasangan seolah-olah ia adalah ibu/bapak kita, melainkan
ibu/bapak dari anak kita.
No comments:
Post a Comment