Ada seribu cara halal untuk memuaskan suami ketika sedang haid. Dengan
cara ini, bisa menghindari suami melakukan masturbasi atau bahkan
selingkuh.
Bismillah… ustadz, bagaimana
cara memuaskan suami ketika istri haid? bolehkah istri (‘afwan)
memainkan penisnya hingga maninya keluar? Apakah ini termasuk onani atau
tidak?
. Karena islam tidak menghukumi fisik
sebagai benda najis yang selayaknya dijauhi, sebagaimana praktek yang dilakukan orang yahudi. Anas bin Malik menceritakan,
أن
اليهود كانوا إذا حاضت المرأة فيهم لم يؤاكلوها ولم يجامعوهن في البيوت
فسأل الصحابة النبي صلى الله عليه وسلم فأنزل الله تعالى : ويسألونك عن
المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض…
Sesungguhnya orang
yahudi, ketika istri mereka mengalami haid, mereka tidak mau makan
bersama istrinya dan tidak mau tinggal bersama istrinya dalam satu
rumah. Para sahabatpun bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. kemudian Allah menurunkan ayat, yang artinya:
“Mereka
bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah bahwa haid itu kotoran,
karena itu hindari wanita di bagian tempat keluarnya darah haid…” (HR.
Muslim 302).
Dengan demikian, suami masih bisa melakukan apapun
ketika istri haid, selain yang Allah larang dalam Al-quran, yaitu
melakukan hubungan intim.
3 Macam Interaksi Intim Suami dan Istri Ketika HaidAda 3 macam interaksi intim antara suami & istri ketika haid:
Pertama, interaksi dalam bentuk hubungan intim ketika haid. Perbuatan ini haram dengan sepakat ulama, berdasarkan firman Allah,
وَيَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ
وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ
مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
Mereka bertanya kepadamu tentang
haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Karena itu hendaklah
kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)
Orang
yang melanggar larangan ini, wajib bertaubat kepada Allah, dan membayar
kaffarah, berupa sedekah satu atau setengah dinar. Keterangan tentang
ini bisa anda simak di:
Hukum Berhubungan Badan setelah Haid Berhenti tetapi Belum Mandi WajibKedua,
interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu selain di daerah antara
pusar sampai lutut istri ketika haid. Interaksi semacam ini hukumnya
halal dengan sepakat ulama. A’isyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حِضْتُ يَأْمُرُنِي أَنْ أَتَّزِرَ، ثُمَّ يُبَاشِرُنِي
Apabila
saya haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk
memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku. (HR. Ahmad 25563,
Turmudzi 132 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Maimunah radhiyallahu ‘anha,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَاشِرُ نِسَاءَهُ فَوْقَ الْإِزَارِ وَهُنَّ حُيَّضٌ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bercumbu dengan istrinya di daerah di
atas sarung, ketika mereka sedang haid. (HR. Muslim 294)
Ketiga,
interaksi dalam bentuk bermesraan dan bercumbu di semua tubuh istri
selain hubungan intim dan anal seks. Interaksi semacam ini
diperselisihkan ulama.
1. Imam Abu Hanifah, Malik, dan As-Syafii
berpendapat bahwa perbuatan semacam ini hukumnya haram. Dalil mereka
adalah praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana
keterangan A’isyah dan Maimunah.
2. Imam Ahmad, dan beberapa
ulama hanafiyah, malikiyah dan syafiiyah berpendapat bahwa itu
dibolehkan. Dan pendapat inilah yang dikuatkan An-Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim (3/205).
Diantara dalil yang mendukung pendapat kedua adalah
a. Firman Allah
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ
“Mereka
bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu
kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari Al-Mahidh..”
Ibn Utsaimin mengatakan,
Makna
Al-Mahidh mencakup masa haid atau tempat keluarnya haid. Dan tempat
keluarnya haid adalah kamaluan. Selama masa haid, melakukan hubungan
intim hukumnya haram. (As-Syarhul Mumthi’, 1/477)
Ibn Qudamah mengatakan,
فتخصيصه موضع الدم بالاعتزال دليل على إباحته فيما عداه
Ketika
Allah hanya memerintahkan untuk menjauhi tempat keluarnya darah, ini
dalil bahwa selain itu, hukumnya boleh. (Al-Mughni, 1/243)
b.
Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika para sahabat
menanyakan tentang istri mereka pada saat haid. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
“Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim 302).
Ketika menjelaskan hadis ini, At-Thibi mengatakan,
إِنَّ الْمُرَادَ بِالنِّكَاحِ الْجِمَاعُ
“Makna kata ‘nikah’ dalam hadis ini adalah hubungan intim.” (Aunul ma’bud, 1/302)
Hubungan intim disebut dengan nikah, karena nikah merupakan sebab utama dihalalkannya hunungan intim.
c.
Disebutkan dalam riwayat lain, bahwa terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam juga melakukan praktek yang berbeda seperti di atas.
Diriwayatkan dari Ikrimah, dari beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان إذا أراد من الحائض شيئا ألقى على فرجها ثوبا
“Bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak melakukan hubungan
intim dengan istrinya yang sedang haid, beliau menyuruhnya untuk
memasang pembalut ke kemaluan istrinya.” (HR. Abu Daud 272 dan Al-Hafidz
Ibn Hajar mengatakan: Sanadnya kuat).
Onani Bukan SolusiMemahami hal ini, selayaknya suami tidak perlu
risau ketika istrinya haid. Dan jangan sekali-kali melakukan
onani
tanpa bantuan tubuh istri. Mengeluarkan mani dengan selain tubuh istri
adalah perbuatan yang terlarang, sebagaimana firman Allah ketika
menyebutkan kriteria orang mukmin yang beruntung,
وَالَّذِينَ
هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ( ) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ( ) فَمَنِ ابْتَغَى
وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
Orang-orang yang
menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak
yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka Itulah
orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Mukminun: 5 – 7)
Diantara
sifat mukminin yang beruntung adalah orang yang selalu menjaga
kemaluannya dan tidak menyalurkannya, selain kepada istri dan budak
wanita. Artinya, selama suami menggunakan tubuh istri untuk mencapai
klimaks syahwat, maka tidak dinilai tercela. Berbeda dengan “orang yang
mencari selain itu”, baik berzina dengan wanita lain, atau menggunakan
bantuan selain istri untuk mencapai klimaks (baca: onani), Allah sebut
perbuatan orang ini sebagai tindakan melampaui batas.
Allahu a’lam.