Pages

Saturday, 30 May 2015

Taukah Kamu, Mengapa Pria Menangis di Malam Pertama

menanggis
“Saat malam pertama… aku menangis,” kata seorang teman membuka kisahnya kepada kami. Suasana santai mendadak berubah mendengar kata-kata itu. Sebagian dari kami jadi tidak sabar menunggu kalimat berikutnya. Mengapa seorang pengantin pria menangis di malam yang seharusnya membahagiakan?
“Mengapa kamu menangis di saat bahagia seperti itu?,” pertanyaan salah seorang teman mewakili ketidaksabaran kami.
“Aku menangis karena terbebani pikiran, bagaimana cara mengembalikan hutang untuk resepsi siang tadi,” jawabnya seraya mencertakanlebih lanjut tentang resepsi pernikahannya yang menelan biaya besar sementara kemampuan finansialnya terbatas. Keluarga terpaksa berhutang.
Ada hikmah berharga dari apa yang dialami teman saya ini. Karena tuntutan sosial, gengsi, atau keinginan agar hari pernikahan menjadi momen istimewa, kita terjebak pada sikap berlebihan saat melangsungkan walimah atau resepsi pernikahan. Mulai dari undangan yang lux, gedung yang megah dan mahal, bahkan ditambah dengan hiburan. Padahal pernikahan tetaplah istimewa meskipun walimahnya sederhana. Yang membuat istimewa adalah akad nikahnya, janji sucinya, ikatan kuatnya, perubahan hubungan dua insan yang semula bukan mahram kini menjadi sepasang suami istri.
Memperturutkan tuntutan sosial atau gengsi, banyak orang yang akhirnya rela berhutang besar demi sebuah resepsi pernikahan yang glamour. Mereka seperti membeli kesenangan dengan membayarnya selama bertahun-tahun ke depan. Hingga ada yang kepikiran seperti teman tadi.
Ada pula yang karena ingin menggelar resepsi yang mahal seperti itu, akhirnya ia menunda pernikahan selama bertahun-tahun. “Belum punya uang untuk walimah,” alasannya. Padahal kalau mau mencontoh kemudahan yang dituntunkan Rasulullah kepada para sahabatnya di Madinah, ia telah mampu. Bukankah pernah Rasulullah ‘menegur’ Abdurrahman bin Auf yang menikah tanpa walimah? “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing,” demikian kira-kira pesan Rasulullah kepada sahabatnya yang pebisnis itu. Memang saat itu Abdurrahman bin Auf baru merintis bisnis setelah hijrah, namun ia adalah saudagar kaya semasa di Makkah. Dan tak lama setelah itu ia juga kembali menjadi kaya raya.
Rasulullah sendiri saat menikah di Madinah juga sederhana dalam walimah. Seperti diriwayatkan Imam Bukhari. “Tidaklah aku saksikan bagaimana Rasulullah menyelenggarakan walimah untuk istri beliau seperti yang aku saksikan saat beliau menikahi Zainab,” kata Anas bin Malik menceritakan walimah nan suci itu, ”Beliau menyembelih seekor kambing.”
Jadi, menikah itu tak harus mahal. Tak harus menyusahkan diri dengan berhutang banyak. Apalagi soal mahar, di negeri ini juga sangat dipermudah. Sebagaimana Rasulullah telah mempermudah para sahabatnya yang menikah. Yang tidak memiliki banyak harta, Rasulullah cukup menyarankan mahar cincin, bahkan ada yang cincin besi. Yang tidak punya lagi, cukup mengajari istrinya hafalan Al Qur’an. Bukankah sangat mudah?
Dalam Islam, walimah itu yang terpenting adalah i’lan-nya: pengumuman sehingga masyarakat tahu bahwa seorang muslim dan seorang muslimah telah menikah, membentuk sebuah keluarga baru.
Maka bagi Antum yang belum menikah, sesuaikanlah walimah dengan kemampuan finansial. Jangan berlebih-lebihan. Dan semoga tidak ada lagi pengantin yang menangis di malam pertama karena terbebani biaya walimah dan tak ada pemuda yang menunda-nunda pernikahan dengan alasan tidak kuat menanggung biaya walimah. (bersamadakwah)

Taukah Kamu, Hukum Belum Mengqadha Puasa Beberapa Tahun Lalu?

puasa 1
Sahabat Muslimah, Sudahkah anda mengqadha puasa kita yang sudah terlupakan? dan apa hukum untuk orang yang memiliki hutang ramadhan beberapa tahun, dan belum diqadha hingga sekarang.
Allah membolehkan, bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa, baik karena sakit yang ada harapan sembuh atau safar atau sebab lainnya, untuk tidak berpuasa, dan diganti dengan qadha di luar ramadhan. Allah berfirman,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-Baqarah: 184)
Kemudian, para ulama mewajibkan, bagi orang yang memiliki hutang puasa ramadhan, sementara dia masih mampu melaksanakan puasa, agar melunasinya sebelum datang ramadhan berikutnya. Berdasarkan keterangan A’isyah radhiyallahu ‘anha,
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَ إِلَّا فِي شَعْبَانَ
Dulu saya pernah memiliki utang puasa ramadhan. Namun saya tidak mampu melunasinya kecuali di bulan sya’ban. (HR. Bukhari 1950 & Muslim 1146)
Dalam riwayat muslim terdapat tambahan,
الشُّغْلُ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
‘Karena beliau sibuk melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
A’isyah, istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu siap sedia untuk melayani suaminya, kapanpun suami datang. Sehingga A’isyah tidak ingin hajat suaminya tertunda gara-gara beliau sedang qadha puasa ramadhan. Hingga beliau akhirkan qadhanya, sampai bulan sya’ban, dan itu kesempatan terakhir untuk qadha.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan,
وَيؤْخَذ مِنْ حِرْصهَا عَلَى ذلك في شَعْبَان: أَنَّهُ لا يجُوز تَأْخِير الْقَضَاء حَتَّى يدْخُلَ رَمَضَان آخر
Disimpulkan dari semangatnya A’isyah untuk mengqadha puasa di bulan sya’ban, menunjukkan bahwa tidak boleh mengakhirkan qadha puasa ramadhan, hingga masuk ramadhan berikutnya. (Fathul Bari, 4/191).
Bagaimana jika belum diqadha hingga datang ramadhan berikutnya?
Sebagian ulama memberikan rincian berikut,
Pertama, menunda qadha karena udzur, misalnya kelupaan, sakit, hamil, atau udzur lainnya. Dalam kondisi ini, dia hanya berkewajiban qadha tanpa harus membayar kaffarah. Karena dia menunda di luar kemampuannya.
Imam Ibnu Baz rahimahullah pernah ditanya tentang orang yang sakit selama dua tahun. Sehingga utang ramadhan sebelumnya tidak bisa diqadha hingga masuk ramadhan berikutnya.
Jawaban yang beliau sampaikan,
ليس عليها إطعام إذا كان تأخيرها للقضاء بسبب المرض حتى جاء رمضان آخر ، أما إن كانت أخرت ذلك عن تساهل ، فعليها مع القضاء إطعام مسكين عن كل يوم
Dia tidak wajib membayar kaffarah, jika dia mengakhirkan qadha disebabkan sakitnyam hingga datang ramadhan berikutnya. Namun jika dia mengakhirkan qadha karena menganggap remeh, maka dia wajib qadha dan bayar kaffarah dengan memberi makan orang miskin sejumlah hari utang puasanya.
Kedua, sengaja menunda qadha hingga masuk ramadhan berikutnya, tanpa udzur atau karena meremehkan. Ada 3 hukum untuk kasus ini:
1. Hukum qadha tidak hilang. Artinya tetap wajib qadha, sekalipun sudah melewati ramadhan berikutnya. Ulama sepakat akan hal ini.
2. Kewajiban bertaubat. Karena orang yang secara sengaja menunda qadha tanpa udzur hingga masuk ramadhan berikutnya, termasuk bentuk menunda kewajiban, dan itu terlarang. Sehingga dia melakukan pelanggaran. Karena itu, dia harus bertaubat.
3. Apakah dia harus membayar kaffarah atas keterlambatan ini?
Bagian ini yang diperselisihkan ulama.
Pendapat pertama, dia wajib membayar kaffarah, ini adalah pendapat mayoritas ulama.
As-Syaukani menjelaskan,
وقوله صلى الله عليه وسلم: “ويطعم كل يوم مسكينًا”: استدل به وبما ورد في معناه مَن قال: بأنها تلزم الفدية من لم يصم ما فات عليه في رمضان حتى حال عليه رمضان آخر، وهم الجمهور، ورُوي عن جماعة من الصحابة؛ منهم: ابن عمر، وابن عباس، وأبو هريرة. وقال الطحاوي عن يحيى بن أكثم قال: وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dia harus membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin”, hadis ini dan hadis semisalnya, dijadikan dalil ulama yang berpendapat bahwa wajib membayar fidyah bagi orang yang belum mengqadha ramadhan, hingga masuk ramadhan berikutnya. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama, dan pendapat yang diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah.
At-Thahawi menyebutkan riwayat dari Yahya bin Akhtsam, yang mengatakan,
وجدته عن ستة من الصحابة، لا أعلم لهم مخالفًا
Aku jumpai pendapat ini dari 6 sahabat, dan aku tidak mengetahui adanya sahabat lain yang mengingkarinya. (Nailul Authar, 4/278)
Pendapat kedua, dia hanya wajib qadha dan tidak wajib kaffarah. Ini pendapat an-Nakhai, Abu Hanifah, dan para ulama hanafiyah. Dalilnya adalah firman Allah,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al-aqarah: 184)
Dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan fidyah sama sekali, dan hanya menyebutkan qadha.
Imam al-Albani pernah ditanya tentang kewajiban kaffarah bagi orang yang menunda qadha hingga datang ramadhan berikutnya. Jawaban beliau,
هناك قول، ولكن ليس هناك حديث مرفوع
Ada yang berpendapat demikian, namun tidak ada hadis marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) di sana. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassarah, 3/327).(konsultasi syariah)

6 Dosa Suami Yang Dilakukan terhadap Istri

menanggis
Suami juga manusia, bisa berbuat salah. Namun, kesalahan sikap bisa diperbaiki. Yang paling penting, ketika menikah, suami tidak boleh melakukan kesalahan syar’i kepada istri. Ada beberapa kesalahan suami terhadap istrinya dan ini sangat mendasar. Apa saja?
1. Tidak mengajar agama dan hukum syariat kepada Isteri.
Betapa sukarnya untuk menjadikan seorang isteri yang benar-benar solehah. Malah, istri menjadi satu ujian besar bagi seorang lelaki untuk mencari dan membentuk pasangan menjadi seorang isteri yang mempunyai sifat yang terpuji dan kriteria pegangan agama yang kuat.
Berbahaya jika ada di antara isteri masih tidak tahu bagaimana untuk menunaikan solat dengan betul, hukum haid dan nifas, melayani suami dan mendidik anak mengikuti Islam.
2. Mencari-cari kekurangan dan kesalahan isteri.
Jika seorang suami terus mencari kekurangan dan kelemahan istrinya, dikhuatirkan akan menimbulkan perasaan kurang senang pada isterinya. Dan barang siapa mencari aib saudaranya sendiri, Allah juga akan mencari aibnya. Maka, hendaklah seorang suami itu bersabar dan menahan diri dari kekurangan yang ada pada isterinya.
3. Menghukum tidak sesuai kesalahan.
Hal ini termasuk kezaliman terhadap isteri. Di antara bentuk hukuman yang zalim itu adalah:
1.  الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ  فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ  وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ  فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا  إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Memukul di tahap awal pemberian hukuman. Padahal Allah SWT telah berfirman,“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
2.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلا يَخْرُجْنَ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا
Mengusir isteri dari rumah tanpa ada sebab secara syar’i. Allah SWT berfirman yang artinya: “Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang .” (Ath Thalaq:1)
3. Memukul wajah, mencela dan menghina. Ada seseorang yang datang bertanya kepada Rasulullah, apakah hak isteri ke atas suaminya? Baginda menjawab, “Dia (suami) memberinya makan jika dia makan, memberinya pakaian jika dia berpakaian, tidak memukul wajah, tidak memburuk-burukkan dan tidak memboikot kecuali di dalam rumah.” (Riwayat Ibnu Majah, disahihkan oleh Al Albani)
4. Pelit memberi nafkah.
Sesungguhnya kewajiban suami adalah memberi nafkah kepada isteri, sepertimana yang ditetapkan di dalam al-Quran. Isteri berhak mendapat nafkah, kerana dia telah menjadi halal untuk disenangi, dia telah menaati suaminya, tinggal di rumahnya, mengatur rumahnya, mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
5. Sikap keras, dan kasar.
Rasulullah SAW bersabda: “Mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isteri-isterinya.” (Riwayat Tirmidzi, disahihkan al Albani). Maka hendaknya seorang suami itu berakhlak baik terhadap isterinya, dengan bersikap lembut, dan menjauhi sikap kasar. Di antara bentuk sikap lembut seorang suami itu adalah, bergurau senda, menyuapkannya makan dan memanggilnya dengan panggilan yang mesra.
6. Berpoligami mengikut nafsu
Memang tidak dinafikan, menikah untuk kali kedua, ketiga dan keempat merupakan satu perkara yang disyariatkan. Akan tetapi ramai di kalangan lelaki yang mengamalkan poligami tidak memenuhi kewajipan-kewajiban terhadap isteri dengan benar. Terutamanya isteri yang pertama dan anak-anaknya. Padahal Allah SWT telah berfirman, “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kahwinilah) seorang saja. Suami boleh bernikah lagi tetapi sekiranya ia tidak mampu untuk berlaku adil, dan tidak boleh memikul tanggungjawab, lebih baik melupakan niat untuk menikah lagi demi kebahagiaan bersama.(islam pos)

7 Hal-hal Pembuka dan Pelancar Rezeki

menikah 2
Rezeki dalam Islam merupakan hal yang ghaib,seperti jodoh dan kematian. Maka ada cara-cara untuk menjemput dan menggapainya. Di bawah ini adalah tujuh cara di antaranya membuka pintu rezeki secara islami, dan tidak melanggar aturan-aturan Allah.
Tujuh hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bersyukur.
Ini adalah kunci pertama dan utama membuka rezeki, karena Allah berjanji dalam Al-Qur’an akan menambahkan nikmat kepada hambanya yang pandai bersyukur. Bersyukur disini adalah bersyukur dari apa saja yang Allah berikan kepada kita, baik itu terlihat baik oleh kita maupun tidak. Karena bisa jadi, baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah SWT. Oleh sebab itu maka kita harus selalu mensyukuri apapun yang Allah karuniakan kepada kita. Begitu banyaknya nikmat Allah yang kita tak pandai dalam mensyukurinya. Mulailah bersyukur untuk membuka pintu rezeki.
2. Shalat dhuha
Shalat ini adalah shalat pembuka rizki, dilakukan pada siang hari, pada saat matahari sepenggalan naik. Jumlah raka’atnya dari dua sampai dua belas raka’at. Dalam do’a shalat ini terkandung permintaan tentang rezeki yang sangat luas, baik rezeki yang dari langit, dari bumi, dari laut, dari sedikit meminta agar dibanyakkan, dari sulit meminta untuk dimudahkan. Jika dilakukan sesering mungkin, insyaAllah shalat ini akan membuka pintu rezeki, bahkan dari arah yang tidak kita sangka-sangka.
3. Birrul waliddain (patuh kepada kedua orang tua).
Hal yang satu ini tidak harus diragukan lagi, karena ridha Allah tergantung ridha dari orang tua. Patuh kepada keduanya merupakan jalan yang tidak bisa disangsikan lagi untuk membuka pintu rezeki. Maka, patuhlah kepada kedua orang tua niscaya ridha Allah akan bersamamu.
4. Menikah.
Ini juga salah satu cara untuk membuka pintu rezeki, karena dalam menikah ada keberkahan ,ada setengah kesempurnaan agama setiap manusia. Jika setengahnya lagi dilakukan dengan taqwa kepada Allah, tidak mustahil dan sudah barang tentu hal ini akan membuka pintu rezeki yang seluas-luasnya. Ketika dalam pernikahan diberikan keturunan, seorang perempuan akan menjadi seorang ibu, yang do’anya terkabulkan tidak terbantahkan. Do’anya ajaib, dan do’anya akan menembus langit tanpa ada yang menghalangi. Dan jika seorang suami dan istrinya berdo’a, apalagi di pertengahan malam, maka Allah pun berfirman, “Dia malu tidak mengabulkan doa pasangan suami istri tersebut,atas dasar inilah menikah mampu membuka pintu rezeki,maka yang belum menikah, menikahlah.”
5. Membaca istigfar.
Melazimkan istigfar dalam jumlah yang banyak dan terus menerus, selain akan menghapuskan dosa-dosa kecil, juga akan membuka pintu rezeki. Karena dosa jugalah yang menghambat dan mempersempit rezeki. Dengan berdosa seseorang akan jauh dari keberkahan Allah, sehingga rezeki akan sulit datang. Namun dengan istigfar, perlahan-lahan dosa akan terhapuskan dan insyaAllah dapat membuka dan memperlancar rezeki. Maka perbanyaklah membaca istigfar.
6. Membaca shalawat
Keistimewaan membaca shalawat salah satunya adalah dapat membuka pintu rezeki, karena kemuliaan baginda Nabi Muhammad SAW. Maka dengan membacanya, akan membawa keberkahan dalam hidup. Perintah membaca shalawat ini tertuang dalam Al-Quran dan Hadis, sehingga tidak disangsikan lagi khasiat dari membaca shalawat ini.
7. Sedekah
Sedekah merupakan kunci yang paling ampuh untuk membuka pintu rezeki. Ada istilah yang mengatakan, jika ingin dapat rezeki dadakan, maka sedekahnya harus dadakan. Jika ingin dapat senyuman, harus sedekah senyuman, jika ingin dapat uang banyak sedekahnya harus memakai uang dan juga banyak. Allah akan melipatgandakan pahala sedekah ini, dari sepuluh menjadi beratus-ratus kali lipat, dan ini sudah banyak terbukti.
Itulah tujuh cara untuk membuka dan memperlancar pintu rezeki. Selamat mempraktikkan, semua tergantung dan kembali kepada diri kita masing-masing. Jika kita bisa memperaktikkannya dalam kehidupan kita sehari-hari, insyaAllah dengan izin Allah SWT, rezeki kita akan dibukakan, dilancarkan dan dimudahkan. (islam pos)