Pages

Sunday, 31 May 2015

15 Tips pecah dara malam pertama suami isteri menurut Islam

foto hiasan
Menikah hukumnya adalah Sunnah. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallambersabda, “Menikah itu adalah sunnah ku. Akan tetapi apabila kalian enggan untuk menikah, maka kalian bukan dari golonganku”. Dan dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallambersabda, “Barangsiapa yang membenci sunnah ku, maka ia bukan termasuk dalam golonganku”.

Menikah mempunyai banyak manfaat, diantaranya untuk menghindarkan manusia dari perbuatan zina. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallambersabda “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia menikah, karena ia (menikah) dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu (menikah) hendaknya ia berpuasa, sebab ia (puasa) dapat mengendalikan (hawa nafsu) mu”.

Indahnya pernikahan, apabila dilakukan sesuai sunnah Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam. Keindahan pernikahan akanlah sia-sia jika kita sebagai ummat Muhammad SAW tidak mengerti adabnya, termasuk ketidakpahaman tentang apa yang harus dilakukan di malam pertama . Tentu jika tidak mengerti dan kita biarkan ketidakpahaman tersebut, bukan hanya mendatangkan dosa, tapi juga adzab dunia dan akhirat akan menimpa.

Untuk itu, berikut PHYLOPOP sarikan ringkasan dari kitab Adab Zifaf (Etika Pernikahan), karya Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albani, khususnya tentang bagaimana memperlakukan pasangan suami istri di malam pertama (honeymoon).

Pertama, saat pertama kali akan melakukan hubungan suami istri, hendaknya suami meletakkan tangannya pada kepala istrinya, seraya membaca basmalah dan doa untuk keberkahan, yaitu:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْها، وَبَارِكْ لَهَا فِيَّ
(Ya Allah berkahilah dia untukku, dan berkahilah aku untuknya)

dan doa berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
(Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya).

Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam “Jika kalian telah menikahi wanita atau membeli budak, maka peganglah bagian depan kepalanya, ucapkanlah basmalah, berdoalah untuk keberkahannya, dan hendaklah ia mengucapkan… (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya)”.

Kedua, shalat Sunnah dua raka’at bersama. Shalat sunnah ini dilakukan ketika akan melakukan hubungan suami istri untuk pertama kali. Kemudian berdo’a:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ أَهْلِيْ، وَبَارِكْ ِلأَهْلِيْ فِيَّ، اللَّهُمَّ ارْزُقْهُمْ مِنِّيْ، وَارْزُقْنِيْ مِنْهُمْ

اللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ فِيْ خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ فِيْ خَيْرٍ

(Ya Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Allah, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami).

Syaqiq bin Salamah mengatakan,

"Suatu hari datang lelaki, namanya Abu Huraiz, ia mengatakan: “Aku telah menikahi wanita muda dan perawan, tapi aku khawatir ia akan membuatku cekcok”, maka Abdullah bin Mas’ud r.a mengatakan, “Sesungguhnya kerukunan itu dari Allah, sedang percekcokan itu dari setan, ia (setan) ingin membuatmu benci dengan apa yang Allah halalkan bagimu. Jika kamu nanti menemuinya, maka suruh istrimu shalat dua rokaat dibelakangmu dan bacalah (Ya Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Allah, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu baik bagi kami)“.

Ketiga, bermesraan dengan istri, sebelum berhubungan suami istri, misalnya dengan menyuguhkan minuman, atau yang lainnya.

Keempat, hendaklah (suami) berdo’a ketika menggauli istri. Do’a nya adalah:

بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami).

Rasulullah bersabda,

“(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami). Do’a itu, apabila Allah berkehendak memberikan anak, niscaya setan tidak akan mampu membahayakan anak (itu) selamanya”.

Kelima, suami boleh menggauli istrinya di vagina sang istri, dari arah manapun si suami sukai, baik dari depan atau belakang. Sebagaimana firman Allah SWT, “Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian itu dari mana saja kalian kehendaki” (QS. Al- Baqarah : 223)

Keenam, haram hukumnya bagi suami apabila (suami) menggauli istrinya di dubur istrinya. Hal itu merupakan dosa besar. Karena Rasulullah bersabda, “Terlaknat orang (suami) yang menggauli para wanita (yaitu istrinya) di dubur nya (yakni lubang anus)”. Syaikh Masyhur mengatakan, “Adapun orang yang menggauli istrinya di duburnya, maka ia telah melakukan tindakan yang melanggar syariat, baik asalnya maupun sifatnya, sehingga ia wajib bertaubat kepada Allah , dan tidak ada kaffarat (tebusan) baginya kecuali bertaubat kepada Allah “.

Ketujuh, berwudhu antara dua sesi berhubungan, dan lebih afdholnya mandi. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika salah seorang dari kalian selesai menggauli istrinya, dan ingin menambah (melakukannya) lagi, maka hendaklah ia wudhu, karena itu lebih menggiatkannya untuk melakukannya lagi”.

Mandi lebih afdhol, karena hadits riwayat Abu Rofi’ ,
“Suatu hari Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam keliling mendatangi istri-istrinya, beliau mandi di istrinya yang ini, dan mandi lagi di istrinya yang ini. Lalu aku menanyakan hal itu kepada beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak mandi sekali saja?”. Beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Karena (mandi berkali-kali) itu, lebih bersih, lebih baik, dan lebih suci”. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, sanadnya hasan).

Kedelapan, suami istri diperbolehkan mandi bersama dalam satu tempat, meski saling melihat aurat masing-masing. Ada banyak hadits yang menerangkan hal ini, diantaranya.

Aisyah r.a mengatakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dari satu tempat air, tangan kami saling berebut, dan beliau mendahuluiku, hingga aku mengatakan, “Biarkan itu untukku, biarkan itu untukku”, ketika itu kami berdua sedang junub” .

Kesembilan, usai berhubungan, hendaklah berwudhu sebelum tidur, dan lebih afdholnya mandi. Karena hadits riwayat Abdulloah bin Qais , ia mengatakan: Aku pernah menanyakan kepada Aisyah , “Bagaimana Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam dahulu ketika junub, apakah mandi sebelum tidur, atau sebaliknya tidur sebelum mandi?”. Ia (Aisyah) menjawab, “Semuanya pernah beliau lakukan, kadang beliau mandi lalu tidur, dan kadang beliau wudhu lalu tidur”. Aku menambahi, “Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan perkara ini mudah”.

Kesepuluh, jika istri sedang haid, suami tetap boleh melakukan apa saja dengannya, kecuali jima’. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Lakukan apa saja (dengan istri kalian) kecuali jima’”.

Kaffarat (tebusan) bagi orang yang menjima’ istrinya ketika istrinya sedang haid, sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas , Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah ditanya tentang suami yang mendatangi istrinya ketika haid, maka Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Hendaklah ia bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar”. Syaikh Masyhur mengatakan, “Yang dimaksud dengan dinar dalam hadits itu adalah dinar emas, dan 1 dinar emas itu sama dengan 1 mitsqol, sedang 1 mitsqol itu sama dengan 4 ,24 gram emas murni”.

Kesebelas, ‘Azl (mengeluarkan sperma di luar vagina) diperbolehkan, meski lebih baik ditinggalkan.
Karena perkataan Jabir, “Dulu kami (para sahabat) melakukan ‘azl, di saat Alqur’an masih turun”. Dalam riwayat lain, “Kami (para sahabat) dulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam (masih hidup), lalu kabar itu sampai kepada beliau Nabi Muhammad , akan tetapi beliau Nabi Muhammad tidak melarang kami (melakukan ‘azl)”.

Namun, lebih baik meninggalkannya sebagaimana sabda Rasulullah , “Azl itu pembunuhan yang samar”.

Kedua belas, setelah malam pertama menggauli istrinya, disunnahkan pada pagi harinya untuk silaturrahim mengunjungi para kerabatnya yang sebelumnya telah datang ke rumahnya, mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan mereka, dan membalas kebaikan mereka dengan yang semestinya.

Sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Anas r.a, ia mengatakan, “Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengadakan walimah (resepsi) saat malam pertama beliau menggauli Zainab. Beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengenyangkan kaum muslimin dengan roti dan daging, lalu keluar mengunjungi para ibunda mukminin (isteri-isteri beliau yang lain), untuk mengucapkan salam dan mendoakan mereka, sebaliknya mereka juga memberikan salam dan mendoakan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau melakukan hal itu, pada pagi hari setelah malam pertamanya”. (HR. Bukhari).

Ketiga belas, keduanya (suami dan istri) wajib menggunakan kamar mandi yang ada di rumahnya, dan tidak boleh masuk kamar mandi umum, berdasarkan hadits Jabir r.a, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan memasukkan istrinya ke dalam kamar mandi umum”. (HR. Tirmidzi, sanadnya hasan).

Juga hadits riwayat Ummu Darda’, ia mengatakan, “Suatu hari, aku keluar dari kamar mandi umum, lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam berpapasan denganku, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Wahai Ummu Darda’, dari mana?”. Ummu Darda’ menjawab, “Dari kamar mandi umum”. Maka beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh, demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang wanita menanggalkan pakaiannya di selain rumah salah satu ibunya, melainkan ia telah merusak tabir yang ada antara dia dan Tuhannya Yang Maha Penyayang”. (HR. Ahmad).

Keempat belas, kedua (suami dan istri) diharamkan menyebarkan rahasia kehidupan ranjangnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam , “Sungguh, orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat nanti, adalah orang yang membuka (aurat) istrinya dan istrinya membuka (aurat)nya, lalu ia menyebarkannya”. Imam Nawawi mengatakan, “Hadits ini menunjukkan haramnya menyebarkan cerita hubungan suami istri, dan merinci apa yang terjadi pada istrinya, seperti ucapan, perbuatan dan semisalnya.”

Adapun sekedar menyebutkan jima’ (secara global) tanpa ada manfaat dan tujuan, maka hukumnya makruh, karena itu tidak sesuai dengan muru’ah (akhlaq), padahal Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau (jika tidak), maka hendaklah ia diam”.

Tapi jika ia menyebutkan hal itu, karena adanya tujuan dan manfaat, seperti mengingkari ketidak-sukaannya pada istrinya, atau istrinya menuduh suaminya impoten, atau semisalnya, maka itu tidak makruh, sebagaimana sabda Rasulullah, “Sungguh aku akan melakukannya, aku dan istriku ini”. Begitu pula pertanyaan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Abu Tholhah, “Apa malam tadi, kalian telah menjalani malam pertama?” . Dan pesan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Jabir , “Semangat dan semangatlah”.

Kelima belas, mengadakan walimah (resepsi) wajib hukumnya setelah menjima’ istri, dengan dasar hadits Buraidah bin Hushoib r.a, bahwa ketika Ali bin Abi Thalib menikahi Fatimah Az-Zahra, Rasulullah mengatakan, “Pernikahan itu harus ada walimahnya (resepsi)”. Juga sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Abdurrahman bin Auf, “Adakanlah walimah, walau hanya dengan (menyembelih) seekor kambing”.
Sumber : Phylopop

Rahsia tidur di celah ketiak suami yang ramai isteri tak tahu

Dari sebuah bancian yang dilakukan ke atas 10 ribu pasangan yang berkahwin, didapati hanya kira-kira 45% sahaja isteri yang tidur berbantalkan lengan suami selepas 3 tahun berkahwin.

Manakala peratusan itu menurun drastik iaitu hanya tinggal 21.7% sahaja isteri yang masih tidur berbantalkan lengan suami selepas 10 tahun usia perkahwinan.

Rahsia kelebihan tidur berbantalkan
lengan suami (dicelah ketiak suami)

Tahukah para isteri, bahawa hormon bau phero (Pheromone) yang dirembes dari ketiak suami (lelaki) boleh mengaktifkan hormon isteri/wanita hingga membuat mereka merasa damai dan tenang? Malahan mampu menjadi penawar stres.

Dinyatakan bahawa sebenarnya hampir 65% bau badan suami/lelaki datang dari celahan ketiak dimana kelenjar phero paling aktif.

Kebiasaannya pheromone manusia terdapat di celah ketiak ketika perpeluhan berlaku. Penemuan saintis mendapati bahawa, wanita memilih lelaki yang bakal menjadi bapa kepada anaknya berdasarkan faktor-faktor PHEROMONE yang dimiliki oleh lelaki tersebut! Fakta ini memang menarik, bukankah begitu?

Jadi kepada para isteri semua, ketepikanlah bantal-bantal anda, tidurlah di atas lengan suami hingga ke pagi, hampirkan hidung di celahan ketiaknya.

Tidak dinafikan anda akan peroleh pengalaman yang cukup rileks dan tenang. Ianya tanda bahawa bau phero suami anda sedang bertindak balas dengan kelenjar hormon anda (pengalaman ini hanya perempuan sahaja yang tahu betapa asyik dan rileksnya).

Dari kajian itu juga menyatakan, isteri yang tidur di atas lengan suami akan tidur lebih lena dan mencapai tahap 7 hingga 8 dalam tahap lena tidur.

Peringatan untuk para suami/lelaki, sebaiknya janganlah dicukur bulu ketiak anda tetapi dicabut yang merupakan sunnah Nabi s.a.w, supaya liang-liang peluh dicelahan ketiak yang merupakan ejen penyebar bau phero yang di senangi wanita tersebut mudah dirembeskan.

Sebagai penutup, kepada para isteri yang mahu berasa nyaman di sisi suami tercinta, jangan lupa praktikkan tidur atas lengan suami pada malam ini ye!
Sumber : Paku Karat

Jangan Pernah Panggil “Ummi-Abi” Pada Pasangan

muslimahwangian
Apakah dengan pasangan sering memanggil dengan sebutan abi-ummi, atau ayah-bunda, atau bapak-ibu?
Banyak yang menyebut demikian dengan alasan untuk membiasakan anak memanggil orangtuanya. Akan tetapi ketika sedang berdua dengan pasangan pun, jadinya terbiasa dengan panggilan Ummi-Abi, Ibu-Bapak, dan lainnya. Sebenarnya lebih baik memanggil pasangan kita dengan panggilan mesra terutama ketika hanya berduaan saja.
Secara psikologis, memanggil pasangan dengan sebutan Ummi-Abi, Ayah-Bunda, akan menghilangkan keromantisan antar pasutri. Beberapa pakar psikologi menganggap panggilan demikian akan memudarkan kemesraan antar pasutri, bahkan bisa jadi menghilangkan semangat bercinta.
Selain itu, apakah Rasulullah mencontohkan memanggil pasangan dengan sebutan demikian?
Dalam kitab Ar-Raudhatul Murbi’ Syarah Zadul Mustaqni’ juz 3/195, terdapat penjelasan berikut (yang artinya), “Dan dibenci memanggil salah satu di antara pasutri dengan panggilan khusus yang ada hubungannya dengan mahram, seperti istri memanggil suaminya dengan panggilan ‘Abi’ (ayahku) dan suami memanggil istrinya dengan panggilan ‘Ummi’ (ibuku).”
Jadi, memanggil istri dengan “ukhti” (yang berarti “saudariku”) atau “dik” (yang maksudnya “adikku”) juga dibenci karena termasuk mahramnya, walaupun tidak berniat menyamakan dengan saudarinya. Keterangan ini dikuatkan pula di dalam kitab Al-Mughni juz 17/199, pasal “Dibenci bagi seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan orang yang termasuk mahramnya, seperti suami memanggil istrinya dengan panggilan ‘Ummi’ (ibuku), ‘Ukhti’ (saudariku), atau ‘Binti’ (putriku).”
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanadnya dari Abu Tamimah Al-Juhaimi, “Ada seorang laki-laki yang berkata kepada istrinya, ‘Wahai Ukhti!’ Lalu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah istrimu itu saudarimu?’ Beliau membencinya dan melarangnya.” (HR. Abu Daud: 1889)
Akan tetapi, hadits ini dhaif (lemah) karena pada sanadnya adarawi yang majhul (tidak disebut namanya). Dijelaskan pula di dalam Syarah Sunan Abu Daud, yaitu ‘Aunul Ma’bud: 5/93, bahwa haditsnya mudhtharrib (guncang) sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Sebaiknya, jika pun ingin memanggil ummi dan abi, tambahkan nama anak di belakangnya. Misalnya “Abi Fathiya”, sehingga kita tidak lagi memanggil pasangan seolah-olah ia adalah ibu/bapak kita, melainkan ibu/bapak dari anak kita.

Jangan Kau Nikahi 10 Ciri Laki-Laki Ini

cowo 1
1. Lelaki yang berani meninggalkan shalat
Orang yang berani meninggalkan shalat, berarti telah berani mengkhianati Allah, apalagi amanah manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjanjian kami dengan mereka adalah shalat. Orang yang meninggalkannya, berarti dia telah kafir.” (HR. At-Tirmidzi)1
Bagaimana engkau dapat mempercayai suami yang tidak memenuhi syarat pertama yang diterapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika datang kepadamu orang yang kau sukai agamanya…”, padahal shalat adalah pilar agama.
2. Lelaki yang gemar melakukan dosa besar
Misalnya, mabuk, berzina dan berjudi. Hidup bersama suami seperti ini sama dengan hidup di dalam neraka. Semoga mereka bertaubat kepada Allah, agar Dia mengampuni mereka.
3. Dayyuts
Dayyuts adalah lelaki yang tidak memiliki rasa cemburu kepada istri, dan membiarkan anak-istrinya terjerumus dalam maksiat. Dengan dalih kemajuan zaman, peradaban modern, dan perkembangan dunia, dia melarang istrinya berjilbab karena hal ini dianggapnya kuno dan membolehkan istrinya berjabatan, mengobrol, dan tertawa-tawa dengan laki-laki lain.
4. Anak mama (manja)
Lelaki yang manja bukanlah laki-laki sejati. Dia tidak akan mampu mengambil keputusan secara mandiri tanpa merujuk kepada ibunya.
5. Lelaki yang sangat jauh lebih tua
Engkau berusia 20 tahun, dia 60 tahun. Untuk apa? Harta? Karena dia memenuhi nafsumu untuk memiliki gaun-gaun indah dan perhiasan? Namun, ada satu hal yang tidak kau pertimbangkan, bahwa pada usia itu, nafsu seksualmu sedang membara, sedangkan nafsunya hampir padam. Bagaimana mengatasi masalah ini, wahai gadis muslimah?
6. Lelaki yang sombong dan senang membanggakan diri
Orang yang memiliki mentalitas seperti ini tidak mengenal perasaan cinta. Dia hanya mencintai diri sendiri. Jika dia menikah, dia tidak menikah karena cinta, tapi karena nafsunya menginginkan wanita itu.
7. Workaholic (gila kerja)
Orang yang gila kerja hanya mengenal kerja. Dia akan terus-menerus bekerja tanpa lelah dan bosan, demi kekayaan, status sosial yang tinggi, atau penghormatan orang lain. Baginya, pernikahan hanyalah pelengkap status sosial. Istri tak ubahnya sepotong perkakas rumah tangga. Jika dia butuh, dia memakainya dengan perasaan yang dingin. Banyak wanita yang terhormat dan suci yang merasakan problem seksual dan emosional karena diabaikan suami yang hanya memberikannya harta dan makanan yang lezat.
8. Pendurhaka kepada orang tua
Pria yang seperti ini sebenarnya menderita sakit dan harus segera disembuhkan. Dia harus tahu, bahwa orang lain akan bersikap kepada dirinya sebagaimana dia bersikap kepada orang lain. Jika dia tidak berbakti kepada orang tua, tidak menuruti perintah mereka, padahal mereka memiliki hak untuk dipatuhi, apakah dia berharap istrinya akan berbakti dan menuruti perintahnya semata-mata karena dia punya hak untuk itu?
9. Lelaki yang Kebanci-bancian
Orang ini tidak dapat disebut laki-laki, karena sifat-sifatnya bukan sifat laki-laki; gaya, kata-kata, gerakan, dan pikirannya lebih menyerupai wanita. Dia tidak dapat diandalkan dalam kehidupan dan tidak memiliki kesiapan untuk memikul tanggung jawab. Sayangnya, lelaki seperti ini sangat banyak di zaman sekarang. Semoga Allah tidak memperbanyak jumlah mereka lagi.
10. Lelaki yang kikir
Kekikiran adalah penyakit yang sulit disembuhkan.orang yang kikir tidak dapat menyenangkan dirinya ataupun orang lain kecuali setelah dia mati. Karena ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita bersifat kikir, belia bersabda,
وَاتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
“…Dan hindarilah sifat kikir, karena kekikiran telah menghancurkan orang-orang sebelum kamu, membuat mereka saling bunuh dan melanggar kehormatan orang lain.” (HR. Muslim).(muslimah)