foto hiasan
Menikah hukumnya adalah Sunnah. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallambersabda, “Menikah itu adalah sunnah ku. Akan tetapi apabila
kalian enggan untuk menikah, maka kalian bukan dari golonganku”. Dan
dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallambersabda,
“Barangsiapa yang membenci sunnah ku, maka ia bukan termasuk dalam
golonganku”.
Menikah mempunyai banyak manfaat, diantaranya untuk menghindarkan
manusia dari perbuatan zina. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallambersabda “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah
mampu berkeluarga hendaknya ia menikah, karena ia (menikah) dapat
menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu
(menikah) hendaknya ia berpuasa, sebab ia (puasa) dapat mengendalikan
(hawa nafsu) mu”.
Indahnya pernikahan, apabila dilakukan sesuai sunnah Rasulullah Shallahu
‘Alaihi Wasallam. Keindahan pernikahan akanlah sia-sia jika kita
sebagai ummat Muhammad SAW tidak mengerti adabnya, termasuk
ketidakpahaman tentang apa yang harus dilakukan di malam pertama . Tentu
jika tidak mengerti dan kita biarkan ketidakpahaman tersebut, bukan
hanya mendatangkan dosa, tapi juga adzab dunia dan akhirat akan menimpa.
Untuk itu, berikut PHYLOPOP sarikan ringkasan dari kitab Adab Zifaf
(Etika Pernikahan), karya Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albani,
khususnya tentang bagaimana memperlakukan pasangan suami istri di malam
pertama (honeymoon).
Pertama, saat pertama kali akan melakukan hubungan suami istri,
hendaknya suami meletakkan tangannya pada kepala istrinya, seraya
membaca basmalah dan doa untuk keberkahan, yaitu:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْها، وَبَارِكْ لَهَا فِيَّ
(Ya Allah berkahilah dia untukku, dan berkahilah aku untuknya)
dan doa berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
(Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh aku mohon pada-Mu kebaikan
wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku memohon perlindungan-Mu
dari keburukannya dan keburukan tabiatnya).
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam “Jika kalian
telah menikahi wanita atau membeli budak, maka peganglah bagian depan
kepalanya, ucapkanlah basmalah, berdoalah untuk keberkahannya, dan
hendaklah ia mengucapkan… (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah sungguh
aku mohon pada-Mu kebaikan wanita ini, dan kebaikan tabiatnya. Dan aku
memohon perlindungan-Mu dari keburukannya dan keburukan tabiatnya)”.
Kedua, shalat Sunnah dua raka’at bersama. Shalat sunnah ini dilakukan
ketika akan melakukan hubungan suami istri untuk pertama kali. Kemudian
berdo’a:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْ أَهْلِيْ، وَبَارِكْ ِلأَهْلِيْ فِيَّ، اللَّهُمَّ ارْزُقْهُمْ مِنِّيْ، وَارْزُقْنِيْ مِنْهُمْ
اللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ فِيْ خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ فِيْ خَيْرٍ
(Ya Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula sebaliknya)
berilah istriku berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka rizki dariku,
(begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya Allah,
kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami jika itu
baik bagi kami).
Syaqiq bin Salamah mengatakan,
"Suatu hari datang lelaki, namanya Abu Huraiz, ia mengatakan: “Aku telah
menikahi wanita muda dan perawan, tapi aku khawatir ia akan membuatku
cekcok”, maka Abdullah bin Mas’ud r.a mengatakan, “Sesungguhnya
kerukunan itu dari Allah, sedang percekcokan itu dari setan, ia (setan)
ingin membuatmu benci dengan apa yang Allah halalkan bagimu. Jika kamu
nanti menemuinya, maka suruh istrimu shalat dua rokaat dibelakangmu dan
bacalah (Ya Allah, berilah aku berkah dari istriku, (begitu pula
sebaliknya) berilah istriku berkah dariku. Ya Allah, berilah mereka
rizki dariku, (begitu pula sebaliknya) berilah aku rizki dari mereka. Ya
Allah, kumpulkanlah kami jika itu baik bagi kami, dan pisahkanlah kami
jika itu baik bagi kami)“.
Ketiga, bermesraan dengan istri, sebelum berhubungan suami istri, misalnya dengan menyuguhkan minuman, atau yang lainnya.
Keempat, hendaklah (suami) berdo’a ketika menggauli istri. Do’a nya adalah:
بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami).
Rasulullah bersabda,
“(Dengan nama Allah. Ya Alloh jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah
setan dari anak yang engkau karuniakan pada kami). Do’a itu, apabila
Allah berkehendak memberikan anak, niscaya setan tidak akan mampu
membahayakan anak (itu) selamanya”.
Kelima, suami boleh menggauli istrinya di vagina sang istri, dari arah
manapun si suami sukai, baik dari depan atau belakang. Sebagaimana
firman Allah SWT, “Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian, maka
datangilah ladang kalian itu dari mana saja kalian kehendaki” (QS. Al-
Baqarah : 223)
Keenam, haram hukumnya bagi suami apabila (suami) menggauli istrinya di
dubur istrinya. Hal itu merupakan dosa besar. Karena Rasulullah
bersabda, “Terlaknat orang (suami) yang menggauli para wanita (yaitu
istrinya) di dubur nya (yakni lubang anus)”. Syaikh Masyhur mengatakan,
“Adapun orang yang menggauli istrinya di duburnya, maka ia telah
melakukan tindakan yang melanggar syariat, baik asalnya maupun sifatnya,
sehingga ia wajib bertaubat kepada Allah , dan tidak ada kaffarat
(tebusan) baginya kecuali bertaubat kepada Allah “.
Ketujuh, berwudhu antara dua sesi berhubungan, dan lebih afdholnya
mandi. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Jika
salah seorang dari kalian selesai menggauli istrinya, dan ingin menambah
(melakukannya) lagi, maka hendaklah ia wudhu, karena itu lebih
menggiatkannya untuk melakukannya lagi”.
Mandi lebih afdhol, karena hadits riwayat Abu Rofi’ ,
“Suatu hari Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam keliling mendatangi
istri-istrinya, beliau mandi di istrinya yang ini, dan mandi lagi di
istrinya yang ini. Lalu aku menanyakan hal itu kepada beliau Nabi
Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak
mandi sekali saja?”. Beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam
menjawab, “Karena (mandi berkali-kali) itu, lebih bersih, lebih baik,
dan lebih suci”. (HR. Abu Dawud dan yang lainnya, sanadnya hasan).
Kedelapan, suami istri diperbolehkan mandi bersama dalam satu tempat,
meski saling melihat aurat masing-masing. Ada banyak hadits yang
menerangkan hal ini, diantaranya.
Aisyah r.a mengatakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dari satu
tempat air, tangan kami saling berebut, dan beliau mendahuluiku, hingga
aku mengatakan, “Biarkan itu untukku, biarkan itu untukku”, ketika itu
kami berdua sedang junub” .
Kesembilan, usai berhubungan, hendaklah berwudhu sebelum tidur, dan
lebih afdholnya mandi. Karena hadits riwayat Abdulloah bin Qais , ia
mengatakan: Aku pernah menanyakan kepada Aisyah , “Bagaimana Nabi
Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam dahulu ketika junub, apakah mandi
sebelum tidur, atau sebaliknya tidur sebelum mandi?”. Ia (Aisyah)
menjawab, “Semuanya pernah beliau lakukan, kadang beliau mandi lalu
tidur, dan kadang beliau wudhu lalu tidur”. Aku menambahi, “Segala puji
bagi Allah yang telah menjadikan perkara ini mudah”.
Kesepuluh, jika istri sedang haid, suami tetap boleh melakukan apa saja
dengannya, kecuali jima’. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam, “Lakukan apa saja (dengan istri kalian) kecuali jima’”.
Kaffarat (tebusan) bagi orang yang menjima’ istrinya ketika istrinya
sedang haid, sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas ,
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah ditanya tentang suami yang
mendatangi istrinya ketika haid, maka Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam menjawab, “Hendaklah ia bersedekah dengan satu dinar atau
setengah dinar”. Syaikh Masyhur mengatakan, “Yang dimaksud dengan dinar
dalam hadits itu adalah dinar emas, dan 1 dinar emas itu sama dengan 1
mitsqol, sedang 1 mitsqol itu sama dengan 4 ,24 gram emas murni”.
Kesebelas, ‘Azl (mengeluarkan sperma di luar vagina) diperbolehkan, meski lebih baik ditinggalkan.
Karena perkataan Jabir, “Dulu kami (para sahabat) melakukan ‘azl, di
saat Alqur’an masih turun”. Dalam riwayat lain, “Kami (para sahabat)
dulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam (masih
hidup), lalu kabar itu sampai kepada beliau Nabi Muhammad , akan
tetapi beliau Nabi Muhammad tidak melarang kami (melakukan ‘azl)”.
Namun, lebih baik meninggalkannya sebagaimana sabda Rasulullah , “Azl itu pembunuhan yang samar”.
Kedua belas, setelah malam pertama menggauli istrinya, disunnahkan pada
pagi harinya untuk silaturrahim mengunjungi para kerabatnya yang
sebelumnya telah datang ke rumahnya, mengucapkan salam kepada mereka,
mendoakan mereka, dan membalas kebaikan mereka dengan yang semestinya.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Anas r.a, ia mengatakan,
“Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mengadakan walimah
(resepsi) saat malam pertama beliau menggauli Zainab. Beliau Nabi
Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam mengenyangkan kaum muslimin dengan
roti dan daging, lalu keluar mengunjungi para ibunda mukminin
(isteri-isteri beliau yang lain), untuk mengucapkan salam dan mendoakan
mereka, sebaliknya mereka juga memberikan salam dan mendoakan Rasulullah
Shallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau melakukan hal itu, pada pagi hari
setelah malam pertamanya”. (HR. Bukhari).
Ketiga belas, keduanya (suami dan istri) wajib menggunakan kamar mandi
yang ada di rumahnya, dan tidak boleh masuk kamar mandi umum,
berdasarkan hadits Jabir r.a, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda, ”Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan
memasukkan istrinya ke dalam kamar mandi umum”. (HR. Tirmidzi, sanadnya
hasan).
Juga hadits riwayat Ummu Darda’, ia mengatakan, “Suatu hari, aku keluar
dari kamar mandi umum, lalu Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam
berpapasan denganku, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya,
“Wahai Ummu Darda’, dari mana?”. Ummu Darda’ menjawab, “Dari kamar
mandi umum”. Maka beliau Nabi Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda, “Sungguh, demi dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah
seorang wanita menanggalkan pakaiannya di selain rumah salah satu
ibunya, melainkan ia telah merusak tabir yang ada antara dia dan
Tuhannya Yang Maha Penyayang”. (HR. Ahmad).
Keempat belas, kedua (suami dan istri) diharamkan menyebarkan rahasia kehidupan ranjangnya.
Sebagaimana sabda Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam , “Sungguh, orang
yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat nanti,
adalah orang yang membuka (aurat) istrinya dan istrinya membuka
(aurat)nya, lalu ia menyebarkannya”. Imam Nawawi mengatakan, “Hadits
ini menunjukkan haramnya menyebarkan cerita hubungan suami istri, dan
merinci apa yang terjadi pada istrinya, seperti ucapan, perbuatan dan
semisalnya.”
Adapun sekedar menyebutkan jima’ (secara global) tanpa ada manfaat dan
tujuan, maka hukumnya makruh, karena itu tidak sesuai dengan muru’ah
(akhlaq), padahal Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda,
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang
baik atau (jika tidak), maka hendaklah ia diam”.
Tapi jika ia menyebutkan hal itu, karena adanya tujuan dan manfaat,
seperti mengingkari ketidak-sukaannya pada istrinya, atau istrinya
menuduh suaminya impoten, atau semisalnya, maka itu tidak makruh,
sebagaimana sabda Rasulullah, “Sungguh aku akan melakukannya, aku dan
istriku ini”. Begitu pula pertanyaan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam kepada Abu Tholhah, “Apa malam tadi, kalian telah menjalani
malam pertama?” . Dan pesan Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada
Jabir , “Semangat dan semangatlah”.
Kelima belas, mengadakan walimah (resepsi) wajib hukumnya setelah
menjima’ istri, dengan dasar hadits Buraidah bin Hushoib r.a, bahwa
ketika Ali bin Abi Thalib menikahi Fatimah Az-Zahra, Rasulullah
mengatakan, “Pernikahan itu harus ada walimahnya (resepsi)”. Juga sabda
Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Abdurrahman bin Auf,
“Adakanlah walimah, walau hanya dengan (menyembelih) seekor kambing”.